Tidak Jelas, Siapa Pemilik SHGB Pagar Laut Bekasi? Nusron Wahid Ungkap 2 Nama

Jakarta, Inspirasi Cakrawala.Com__.

 Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid mengungkapkan bahwa dua perusahaan tercatat sebagai pemilik Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di perairan Bekasi, Jawa Barat. Keberadaan SHGB ini memicu pertanyaan lantaran mencakup area yang berada di luar garis pantai.

Dalam rapat bersama Komisi II DPR RI di Jakarta, Kamis (30/1/2025), Nusron menyebut bahwa dua perusahaan tersebut adalah PT CL dan PT MAN.

Nusron menjelaskan, PT CL memiliki SHGB yang diterbitkan pada 2012, 2015, 2016, 2017, dan 2018 dengan luas total 90 hektar yang terbagi dalam 78 bidang. Sementara itu, PT MAN menguasai 268 bidang tanah dengan luas 419,6 hektar, berdasarkan SHGB yang diterbitkan pada 2013, 2014, dan 2015.

“Ini di laut ada SHGB yang luasnya itu 509,795 hektar. Inisial PT CL, 78 bidang, luasnya 90 hektar,” ujar Nusron sambil menunjukkan peta kepada anggota DPR sebagaimana dikutip dari ANTARA.

SHGB Pagar Laut Bekasi tidak bisa serta-merta dibatalkan

Nusron menegaskan bahwa sebagian besar SHGB tersebut berada di luar garis pantai yang ditandai dengan warna merah pada peta. Namun, Kementerian ATR/BPN tidak bisa langsung membatalkan sertifikat tersebut karena tidak memiliki kewenangan untuk menggunakan asas *Contrarius Actus* atau pembatalan keputusan oleh pejabat yang menerbitkannya.

“Problemnya adalah kami belum bisa serta-merta membatalkan ini. Pejabat yang menerbitkan sertifikat atau administrasi negara tidak bisa mencabutnya begitu saja,” ungkap Nusron.

Menurutnya, pembatalan SHGB hanya dapat dilakukan jika sertifikat berusia di bawah lima tahun. Namun, karena SHGB ini telah melewati batas waktu tersebut, Kementerian ATR/BPN harus mencari cara lain untuk menyelesaikan permasalahan ini. Salah satu langkah yang sedang ditempuh adalah berkonsultasi dengan Mahkamah Agung (MA) untuk meminta ketetapan pengadilan terkait pembatalan SHGB.

“Kami sedang melakukan konsultasi kepada Mahkamah Agung agar pengadilan memerintahkan pembatalan SHGB ini,” tambahnya.

Jika konsultasi dengan MA tidak menghasilkan solusi yang memungkinkan pembatalan SHGB, Kementerian ATR/BPN harus membuktikan bahwa seluruh SHGB yang berada di luar garis pantai tersebut dulunya merupakan tanah yang kini telah musnah. Namun, hingga saat ini, pihak kementerian belum dapat memastikan bahwa lahan tersebut benar-benar mengalami abrasi.

“Kalau ini masuk kategori tanah musnah, kami harus bisa membuktikan bahwa semua sertifikat yang terbit di luar garis pantai dulunya adalah tanah. Sementara kami belum bisa membuktikannya,” kata Nusron.

(Tim Red).

Previous Post Next Post